Pajak Penghasilan Final
(PPh Final) adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak
tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan.
Pembayaran, pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) yang
dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran
dimuka atas PPh terutang akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas
penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan pelunasan
kewajiban pajaknya.
Pengenaan PPh secara final mengandung arti bahwa
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif
tertentu dan dasar pengenaan pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut
diterima atau diperoleh. PPh yang dikenakan, baik yang dipotong fihak lain
maupun yang disetor sendiri, bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh
terutang tetapi sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan
tersebut. Dengan demikian, penghasilan yang dikenakan PPh final ini tidak akan
dihitung lagi PPh nya di SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum bersama-sama
dengan penghasilan lainnya. Begitu juga, PPh yang sudah dipotong atau dibayar
tersebut juga bukan merupakan kredit pajak di SPT Tahunan.
A. PPh Final atas Bunga Deposito dan
Tabungan Serta Diskonto Bank Indonesia
Dasar Hukum
·
PP 131 Tahun
2000 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang PPh atas bunga deposito dan
tabungan serta diskonto SBI
·
KMK-51/KMK.04/2001
(berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang pemotongan PPh atas bunga deposito dan
tabungan serta diskonto SBI
·
SE-01/PJ.43/2001
(berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang PP 131 Tahun 2000
Objek PPh Final
Penghasilan
berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia
termasuk bungayang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang
ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan
di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
Definisi
1. Deposito adalah deposito dengan nama
dan dalam bentuk apapun, termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito dan
"deposit on call" baik dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang
asing (valuta asing) yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank.
2. Tabungan adalah simpanan pada bank
dengan nama apapun, termasuk giro, yang penarikannya dilakukan menurut
syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh masing-masing bank.
Pemotong
1. Bank yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia
2. cabang bank luar negeri di Indonesia
3. Bank Indonesia
Tarif
1. Untuk WPDN dan BUT : 20% dari jumlah
bruto,
2. Untuk WPLN : 20% dari jumlah bruto
atau dengan tarif berdasarkan P3B yang berlaku
Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat
Bank Indonesia Yang Tidak Dikenai Pemotongan PPh Pasal 4 Ayat (2)
1. Orang pribadi Subjek Pajak dalam
negeri yang seluruh penghasilannya dalam 1 (satu) tahun pajak termasuk bunga
dan diskonto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
·
OP ini dapat
mengajukan restitusi atas pajak yang telah dipotong oleh pemotong. (Pasal 2
ayat 4 kmk 51/kmk.04/2001)
2. Bunga dari deposito dan tabungan
serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia sepanjang jumlah deposito dan tabungan
serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000 dan bukan
merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
3. Bunga dan diskonto yang diterima
atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia
4. Bunga deposito dan tabungan serta
diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh Dana
Pensiunyang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya
diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU Nomor
11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
·
Pengecualian
dari pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) ini dapat diberikan berdasarkan Surat
Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan Pajak Penghasilan atas bunga deposito dan
tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, yang diterbitkan oleh KPP
tempat Dana Pensiun yang bersangkutan terdaftar. Silahkan baca PER-160/PJ/2005.
5. Bunga tabungan pada bank yang
ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat
sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana,
atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri
B. Bunga Obligasi (bersifat Final)
Dasar Hukum
1.
PP 16 TAHUN
2009 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang PPh atas penghasilan berupa bunga
obligasi
2.
PMK-85/PMK.03/2011(berlaku
sejak 23 Mei 2011) tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh
atas bunga obligasi
3.
PMK-07/PMK.11/2012
(berlaku setelah 20 hari terhitung sejak tanggal diundangkan PMK ini) tentang
perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011 tentang tata
cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh atas bunga obligasi
PENGERTIAN
Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara,
yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Bunga obligasi adalah
imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang obligasi dalam bentuk bunga
dan/atau diskonto.
OBJEK PAJAK
DAN PENGECUALIANNYA
Atas
penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak berupa bunga obligasi
dikenai pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Penghasilan bunga obligasi tersebut bukan merupakan Objek Pajak jika penerimanya adalah:
Penghasilan bunga obligasi tersebut bukan merupakan Objek Pajak jika penerimanya adalah:
1.
Wajib Pajak
dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan dan obligasi tersebut ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
2.
Wajib Pajak
bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
TARIF PAJAK
Besarnya
Pajak Penghasilan atas bunga obligasi adalah:
1.
Bunga dari
Obligasi dengan kupon (interest bearing debt) sebesar:
1.
15% (lima
belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
2.
20% (dua
puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran
pajak berganda bagi wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari
jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan (holding period)
Obligasi.
2.
Diskonto
dari Obligasi dengan kupon sebesar:
0.
15% (lima
belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
1.
20% (dua
puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran
pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari
selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi,
tidak termasuk bunga berjalan (accrued interest).
3.
Diskonto
dari Obligasi tanpa bunga (non-interest bearing debt securities)
sebesar:
0.
15% (lima
belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
1.
20% (dua
puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran
pajak berganda bagi wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari
selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi.
4.
Bunga
dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak
reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
sebesar:
0.
0% (nol
persen) untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010;
1.
5% (lima
persen) untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013; dan
2.
15% (lima
belas persen) untuk tahun 2014 dan seterusnya.
PEMOTONG PAJAK
Pemotong
Pajak Penghasilan atas Obligasi adalah:
1.
Penerbit
Obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas bunga
dan/atau diskonto yang diterima pemegang Obligasi dengan kupon pada saat jatuh
tempo Bunga Obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang Obligasi tanpa bunga
pada saat jatuh tempo Obligasi; dan/atau;
2.
Perusahaan
efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli, atas bunga
dan diskonto yang diterima penjual Obligasi pada saat transaksi.
C.
Pajak Penghasilan atas Bunga
Simpanan Anggota Koperasi yang Dibayarkan Oleh Koperasi Kepada Anggota Koperasi
Orang Pribadi
DASAR HUKUM
1.
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 15 Tahun 2009 ditetapkan tanggal 9 Februari
2009 tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Simpanan Yang Dibayarkan Oleh
Koperasi Kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi;
2.
Peraturan Menteri Keuangan nomor
112/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan
Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan Oleh Koperasi
kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi
OBJEK PAJAK
1.
Penghasilan
berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia
kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat
final;
Yang dimaksud dengan penghasilan berupa bunga simpanan adalah imbalan berupa bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi dari dana yang disimpan anggota koperasi orang pribadi pada koperasi tempat orang pribadi tersebut menjadi anggota. Tidak termasuk dalam pengertian ini adalah bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi yang merupakan bagian dari Sisa Hasil Usaha
Yang dimaksud dengan penghasilan berupa bunga simpanan adalah imbalan berupa bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi dari dana yang disimpan anggota koperasi orang pribadi pada koperasi tempat orang pribadi tersebut menjadi anggota. Tidak termasuk dalam pengertian ini adalah bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi yang merupakan bagian dari Sisa Hasil Usaha
2.
Pembagian
Sisa Hasil Usaha merupakan Objek Pajak Koperasi sebagaimana diatur dalam Pasal
4 ayat (1) huruf g.
TARIF
Tarif PPh
atas bunga simpanan anggota koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi:
1.
0% (nol
persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp240.000,00 (dua
ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan; atau
2.
10% (sepuluh
persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih
dari Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.
PEMOTONG PAJAK
Koperasi
yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang pribadi,
waiib memotong Pajak Penghasilan yang bersifat final
D.
Pajak Penghasilan atas Penghasilan
Berupa Hadiah Undian
PENGERTIAN
1.
Hadiah
undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan melalui
undian;
2.
Hadiah atau
penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui
suatu perlombaan atau adu ketangkasan;
3.
Hadiah
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya adalah hadiah dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan sehubungan dengan pekerjaan, jasa
dan kegiatan yang dilakukan oleh penerima hadiah;
4.
Penghargaan
adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan prestasi dalam kegiatan
tertentu.
OBJEK PAJAK
1.
Atas
penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun (dapat
berupa uang, barang, atau kenikmatan misalnya menginap di hotel berbitang)
dipotong atau dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final;
2.
Atas hadiah
atau penghargaan perlombaan, penghargaan, dan hadiah sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya dikenakan Pajak Penghasilan dengan
ketentuan sebagai berikut :
1.
dalam hal
penerima penghasilan adalah orang pribadi Wajib Pajak dalam negeri, dikenakan
Pajak Penghasilan Pasal 21;
2.
dalam hal
penerima penghasilan adalah Wajib Pajak luar negeri selain BUT, dikenakan Pajak
Penghasilan Pasal 26;
3. dalam hal penerima penghasilan
adalah Wajib Pajak badan termasuk BUT, dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan
Pasal 23.
PENGECUALIAN
Tidak
termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan yang dikenakan Pajak
Penghasilan adalah hadiah dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan
kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah diterima
langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa.
TARIF
Atas hadiah
undian dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari
jumlah penghasilan bruto dan bersifat final.
PEMOTONG
Pemotong PPh
atas hadiah undian adalah penyelenggara undian, baik orang pribadi maupun
badan, kepanitiaan, organisasi maupun penyelenggara dalam bentuk apapun yang
telah mendapatkan izin dari pihak yang berwenang termasuk pengusaha yang
menjual barang/jasa yang memberikan hadiah dengan cara diundi misalnya bank,
supermarket, toko, perusahaan, panitia penarikan undian dan sebagainya.
DASAR HUKUM
1.
Peraturan Pemerintah Nomor 132 Tahun
2000 ditetapkan tanggal 15 Desember 2000 tentang Pajak
Penghasilan Atas Hadiah Undian;
2.
Keputusan Dirjen Pajak Nomor
395/PJ/2001 ditetapkan tanggal 13 Juni 2001 tentang Pengenaan
Pajak Penghasilan Atas Hadiah Penghargaan;
3.
Surat Edaran Nomor 19/PJ.43/2001 ditetapkan
tanggal 25 Juni 2001 tentang Pengantar Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-395/PJ/2001 Tanggal 13 Juni 2001 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Atas
Hadiah Penghargaan;
E. Pajak Penghasilan Atas Pengalihan
Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan
Pengertian
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang
pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan wajib
dibayar Pajak Penghasilan (PPh).
Pengalihan atas Tanah dan/atau Bangunan adalah:
1. penjualan, tukar-menukar, perjanjian
pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain
yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah;
2. penjualan, tukar-menukar, pelepasan
hak, penyerahan hak atau cara lain yang disepakati dengan Pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak
memerlukan persyaratan khusus;
3. penjualan, tukar-menukar, pelepasan
hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada Pemerintah guna pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
Pembayar atau Penyetor PPh
1. Orang Pribadi atau badan yang
menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan;
2. Bendahara Pemerintah atau Pejabat
yang melakukan pembayaran atau menyetujui tukar-menukar.
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
1. Wajib Pajak Orang Pribadi, yayasan
atau organisasi sejenis dan Wajib Pajak Badan baik merupakan usaha pokok maupun
diluar usaha pokok yang mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan membayar
PPh Final 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan yaitu nilai
tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek
Pajak (NJOP) tanah dan atau bangunan, kecuali:
a. dalam hal pengalihan hak kepada
Pemerintah, adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan;
b. dalam hal pengalihan hak sesuai
dengan peraturan lelang, adalah nilai menurut risalah lelang.
Dalam hal pengalihan hak kepada
Pemerintah, PPh Final 5% dipotong oleh Bendahara Pemerintah atau pejabat yang
berwenang.
NJOP adalah NJOP menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB), atau dalam hal SPPT belum terbit, adalah NJOP menurut SPPT tahun sebelumnya.
Apabila tanah dan atau bangunan belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak, maka NJOP yang dipakai adalah NJOP menurut surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat.
NJOP adalah NJOP menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB), atau dalam hal SPPT belum terbit, adalah NJOP menurut SPPT tahun sebelumnya.
Apabila tanah dan atau bangunan belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak, maka NJOP yang dipakai adalah NJOP menurut surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat.
2. Wajib Pajak yang usaha pokoknya
mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan berupa pengalihan hak atas Rumah
sederhana dan Rumah susun sederhana wajib membayar PPh Final 1% (satu persen)
dari jumlah bruto nilai pengalihan, yaitu nilai tertinggi antara nilai
berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah dan
atau bangunan.
Dikecualikan dari Kewajiban Pembayaran/Pemungutan PPh
1. Hibah kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada
hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
pihak-pihak yang bersangkutan, berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB).
2. Pengalihan hak yang jumlah brutonya
kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan
jumlah yang dipecahpecah, oleh Orang Pribadi yang total penghasilannya tidak
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
3. Pengalihan hak kepada Pemerintah
untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
4. Pengalihan hak sehubungan dengan
warisan, berdasarkan SKB.
5. Dalam rangka penggabungan, peleburan
dan pemekaran usaha dengan nilai buku, berdasarkan SKB.
Tata Cara Penyetoran dan Pemungutan
1. Orang Pribadi atau Badan yang menerima
atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan,
wajib menyetor sendiri PPh yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos
sebelum akta, keputusan perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP), dan pada SSP wajib dicantumkan:
a. Nama, alamat dan NPWP pihak yang
mengalihkan Orang Pribadi atau Badan yang bersangkutan.
b. Lokasi tanah dan atau bangunan yang
dialihkan
c. Nama pembeli
2. Orang Pribadi yang nilai pengalihan
tidak lebih dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) tetapi penghasilan
lainnya dalam satu tahun melebihi PTKP, penyetoran PPh Final selambat-lambatnya
pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.
3. Bendahara Pemerintah atau pejabat
yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar, memungut
PPh yang terutang dan menyetorkannya ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan SSP sebelum pembayaran atau tukar-menukar dilaksanakan kepada Orang
Pribadi atau Badan.
F.
Pajak Penghasilan dari Usaha
Jasa Konstruksi
PENGERTIAN
1.
Jasa
Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi,
layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi
pengawasan pekerjaan konstruksi;
2.
Pekerjaan
Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan
dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural,
sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta
kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain;
3.
Perencanaan
Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan
ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain;
4.
Pelaksanaan
Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan
ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi
bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan
konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model
penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement
and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design
and build);
5.
Pengawasan
Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan
ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu
melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi
sampai selesai dan diserahterimakan;
6.
Nilai
Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak jasa
konstruksi secara keseluruhan.
OBJEK PAJAK
Atas
penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang
bersifat final.
TARIF
Tarif Pajak
Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi (di luar PPN) adalah sebagai berikut:
1.
2% (dua
persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
memiliki kualifikasi usaha kecil;
2.
4% (empat
persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
tidak memiliki kualifikasi usaha;
3.
3% (tiga
persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain
Penyedia Jasa sebagaiman disebutkan dalam angka 1 dan 2;
4.
4% (empat
persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan
oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan
5.
6% (enam
persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan
oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
Dalam hal
Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud di atas, tidak termasuk Pajak Penghasilan atas sisa laba bentuk usaha
tetap setelah Pajak Penghasilan yang bersifat final. Sisa laba dari bentuk
usaha tetap setelah Pajak Penghasilan yang bersifat final dikenakan pajak
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4)
Undang-undang PPh atau sesuai dengan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda.
PEMOTONGAN PAJAK
Pajak
Penghasilan atas jasa konstruksi dipotong oleh:
1.
Pengguna
Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak;
atau
2.
disetor
sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong
pajak.
Dalam hal
terdapat selisih kekurangan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Nilai
Kontrak Jasa Konstruksi dengan Pajak Penghasilan berdasarkan pembayaran yang
telah dipotong atau disetor sendiri, selisih kekurangan tersebut disetor
sendiri oleh Penyedia Jasa.
Dalam hal
Nilai Kontrak Jasa Konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh Pengguna Jasa, atas
Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar tersebut tidak terutang Pajak
Penghasilan yang bersifat final, dengan syarat Nilai Kontrak Jasa Konstruksi
yang tidak dibayar tersebut dicatat sebagai piutang yang tidak dapat ditagih.
Dalam hal piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat ditagih kembali,
tetap dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Penyedia
Jasa wajib melakukan pencatatan yang terpisah atas biaya yang timbul dari penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha selain usaha Jasa Konstruksi.
Penghasilan lain yang diterima atau diperoleh Penyedia Jasa dari luar usaha
Jasa Konstruksi dikenakan tarif berdasarkan ketentuan umum Undang-undang PPh.
Pajak yang dibayar
atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima
atau diperoleh Penyedia Jasa dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang
berdasarkan ketentuan Undang-undang PPh. Keuntungan atau kerugian selisih kurs
dari kegiatan usaha Jasa Konstruksi termasuk dalam perhitungan Nilai Kontrak
Jasa Konstruksi yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
DASAR HUKUM
1.
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 51 tahun 2008 ditetapkan Tanggal 20 Juli 2008
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 40 tahun 2009tentang Pajak Penghasilan Atas
Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;
2.
Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia nomor 153/PMK.03/2009 tentang Perubahan atasPeraturan Menteri Keuangan nomor
187/PMK.03/2008 ditetapkan tanggal 20 November 2008 tentang
Tatacara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan Dan Penatausahaan Pajak Penghasilan
Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;
3.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor 05/PJ.03/2008 tentang Penyampaian Peraturan Pemerintah
Nomor 51 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Jasa
Konstruksi.
G. Pajak Penghasilan Atas Penghasilan
Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan
Pengertian
Atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari
Persewaan tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen,
kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan
industri, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Yang tidak
termasuk persewaan tanah dan atau bangunan yang terutang Pajak:
Penghasilan
yang bersifat final apabila persewaan kamar dan ruang rapat di hotel dan
sejenisnya.
Objek dan Tarif
Atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau
bangunan dikenakan PPh final sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto
nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.
Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan
adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan
dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang
disewakan termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya
fasilitas lainnya dan “service charge” baik yang perjanjiannya dibuat secara
terpisah maupun yang disatukan.
Pemotong PPh
Pemotong PPh atas penghasilan yang diterima dari
persewaan tanah dan/atau bangunan adalah :
1. Apabila penyewa adalah badan
pemerintah, Subjek Pajak badan, dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilian perusahaan luar negeri lainnya dan
orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka Pajak
Penghasilan yang terutang wajib dipotong oleh penyewa dan penyewa wajib
memberikan bukti potong kepada yang menyewakan atau yang menerima penghasilan;
2. Apabila penyewa adalah orang pribadi
atau bukan Subjek Pajak Penghasilan selain yang tersebut pada butir 1 di atas,
maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang
menyewakan.
Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan
1. Saat Terutang
PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa.
PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa.
2. Penyetoran dan Pelaporan
a. Dalam hal PPh terutang harus
dilunasi melalui pemotongan oleh penyewa, penyetoran ke bank persepsi dan
Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
b. Untuk pelaporan pemotongan dan
penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan
berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan
SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2).
c. Dalam hal PPh terutang harus disetor
sendiri oleh yang menyewakan, maka yang menyewakan wajib menyetor PPh yang
terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 15 bulan
berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP).
d. Untuk pelaporan penyetorannya
dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan
Konsultasi Perpajakan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah
bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4
ayat(2).
Dalam hal jatuh tempo penyetoran
atau batas akhir pelaporan pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari
sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada
hari kerja berikutnya.
H.
PPh Final
atas penghasilan WP yang memiliki peredaran bruto tertentu (PP 46 Tahun 2013)
- DASAR HUKUM
- PP 46 TAHUN 2013 (Berlaku sejak 1 Juli 2013) tentang PPh atas penghasilan
dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto
tertentu
- PMK-107/PMK.011/2013 (Berlaku sejak 1 Juli 2013) tentang tata cara penghitungan,
penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha
yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu
- PER-32/PJ/2013 (berlaku sejak 25 September
2013) tentang pembebasan
dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh bagi WP yang dikenai PPh
berdasarkan PP 46 TAHUN 2013 tentang PPh atas penghasilan
dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto
tertentu
- PER-37/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Oktober
2013) tentang tata cara
penyetoran PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh
WP yang memiliki peredaran bruto tertentu melalui anjungan tunal mandiri
(atm)
- SURAT EDARAN TERKAIT
- SE-42/PJ/2013 tentang pelaksanaan
peraturan pemerintah nomor 46 TAHUN 2013 tentang pajak penghasilan atas
penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu
- YANG DIKENAKAN PPH FINAL DAN
KRITERIA WP YANG DIKENAKAN PPH FINAL
- Atas
penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto
tertentu, dikenai PPh yang bersifat final.
- WP yang memiliki
peredaran bruto tertentu ini adalah WP yang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
- WP
OP atau WP badan tidak termasuk BUT; dan
- menerima
penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan
pekerjaan bebas, dengan peredaran
bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
- penjelasan terkait Pasal 2 ayat (2) PP 46
TAHUN 2013 :
- Peredaran bruto yang tidak melebihi
Rp4.800.000.000,oo (empat 'miliar delapan ratus juta" rupiah)
ini ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya
termasuk dari usaha cabang,tidak terrnasuk peredaran bruto dari:
- jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
- penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari luar negeri;
- usaha yang atas penghasilannya telah
dikenai PPh yang bersifat final dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri;
dan - penghasilan yang dikecualikan sebagai
objek pajak.
- Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas ini meliputi:
- tenaga
ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
- pemain
musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
- olahragawan;
- penasihat,
pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
- pengarang,
peneliti, dan penerjemah;
- agen
iklan;
- pengawas
atau pengelola proyek;
- perantara;
- petugas
penjaja barang dagangan;
- agen
asuransi; dan
- distributor
perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau
penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis
lainnya.
- Tahun Pajak menurut ketentuan umum
perpajakan adalah sama dengan tahun kalender. Namun demikian, bagi WP
yang tahun bukunya tidak sama dengan tahun kalender, Tahun Pajak
ditentukan berdasarkan tahun buku yang didalamnya termasuk 6 (enam)
bulan pertama atau lebih dari 6 (enam) bulan dari tahun buku
tersebut.
Misalnya, Jika tahun buku Wajib
Pajak dimulai pada tanggal 1 Juli 2013 dan berakhir pada tanggal 30 Juni 2014
maka tahun buku tersebut berarti Tahun Pajak 2013 karena memenuhi 6 (enam)
bulan pertama dari tahun 2013.
- Tidak termasuk WP
OP yang atas penghasilannya dikenai PPh Final adalah WP OP yang
melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:
- menggunakan
sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap
maupun tidak menetap; dan
- menggunakan
sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak
diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
- penjelasan terkait WP OP yang tidak
termasuk WP yang atas penghasilannya dikenai PPh Final :
- Wajib Pajak orang pribadi yang tergolong
dalam ketentuan ini adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa melalui suatu tempat usaha
yang dapat dibongkar pasang, termasuk yang menggunakan gerobak, dan
menggunakan tempat untuk kepentingan umum yang menurut peraturan
perundang-undangan bahwa tempat tersebut tidak diperuntukkan bagi
tempat usaha atau berjualan, misalnya pedagang makanan keliling,
pedagang asongan, warung tenda di trotoar, dan sejenisnya. Terhadap
Wajib Pajak tersebut atas penghasilannya tidak dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan
Pemerintah ini. (Penjelasan
Pasal 2 ayat (3) PP 46
TAHUN 2013)
- Tidak termasuk WP
badan yang atas penghasilannya dikenai PPh Final adalah :
- Wajib
Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
- Wajib
Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi
secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah).
- Wajib Pajak ini dikenai PPh berdasarkan
tarif umum UU PPh sampai dengan jangka waktu 1 (satu) tahun sejak
beroperasi secara komersial. (Pasal
7 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013)
- Dalam hal jangka waktu 1 (satu) tahun
melewati Tahun Pajak yang bersangkutan ketentuan pengenaan PPh
berdasarkan tarif umum UU PPh berlaku sampai dengan akhir Tahun Pajak
berikutnya.(Pasal 7 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
- Catatan
:
- Ketentuan
diatas tidak berlaku atas penghasilan dari usaha yang dikenai PPh yang
bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di
bidang perpajakan. (Pasal
5 PP 46 TAHUN 2013)
- Atas
penghasilan selain dari usaha sebagaimana dimaksud
daIam Pasal 2 ayat (1) PP 46 TAHUN 2013 yang diterima atau diperoleh
WP, dikenai PPh berdasarkan ketentuan UU PPh.
- CARA PENGENAAN PPH FINAL,
CARA BAYAR DAN LAPORNYA
- Pengenaan
PPh ini didasarkan
pada peredaran
bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir
sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.
- Cara
Penghitungan jumlah peredaran bruto :
- Dalam
hal peredaran bruto dari usaha pada Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun
Pajak yang bersangkutan tidak meliputi jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, pengenaan PPh didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak
terakhir sebelum Tahun Pajak bersangkutan yang disetahunkan.
- Dalam
hal WP baru terdaftar pada tahun pajak 2013 sebelum PMK ini berlaku(sebelum
1 Juli 2013), pengenaan PPh didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari
bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya
Peraturan Menteri ini yang disetahunkan.
- Dalam
hal Wajib Pajak baru terdaftar sejak berlakunya PMK ini (sejak 1 Juli 2013), pengenaan
PPh didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama
diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan.
- PPh terutang (bersifat
final) = 1%
(satu persen) dikalikan dengan dasar
pengenaan pajak berupa jumlah peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap
tempat kegiatan usaha.
- Ketentuannya
:
- Dalam
hal peredaran bruto kumulatif WP pada suatu bulan telah melebihi jumlah
Rp 4,8 M dalam suatu Tahun Pajak, WP tetap dikenai tarif PPh final 1% (satu persen)sampai dengan
akhir Tahun Pajak yang bersangkutan.
- Dalam
hal peredaran bruto WP telah melebihi jumlah Rp 4,8 M pada suatu Tahun Pajak, atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh WP pada Tahun Pajak berikutnya
dikenai tarif PPh berdasarkan ketentuan UU PPh. WP wajib menyetor PPh final
ini ke kantor pos atau
bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP,
yang telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara,
paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
- WP
dapat melakukan penyetoran PPh melalui ATM pada Bank Persepsi yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Pajak Penghasilan Final (PPh Final)
4/
5
Oleh
Septian Arino