Saturday, November 22, 2014

Pajak Penghasilan Final (PPh Final)


Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan. Pembayaran, pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran dimuka atas PPh terutang akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya.
Pengenaan PPh secara final mengandung arti bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu dan dasar pengenaan pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh yang dikenakan, baik yang dipotong fihak lain maupun yang disetor sendiri, bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang tetapi sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut. Dengan demikian, penghasilan yang dikenakan PPh final ini tidak akan dihitung lagi PPh nya di SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum bersama-sama dengan penghasilan lainnya. Begitu juga, PPh yang sudah dipotong atau dibayar tersebut juga bukan merupakan kredit pajak di SPT Tahunan.
A.   PPh Final atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto Bank Indonesia

Dasar Hukum
·         PP 131 Tahun 2000 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI
·         KMK-51/KMK.04/2001 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang pemotongan PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI
·         SE-01/PJ.43/2001 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang PP 131 Tahun 2000
Objek PPh Final
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia termasuk bungayang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
Definisi
1.      Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito dan "deposit on call" baik dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing (valuta asing) yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank. 
2.      Tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apapun, termasuk giro, yang penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh masing-masing bank. 
Pemotong
1.      Bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
2.      cabang bank luar negeri di Indonesia
3.      Bank Indonesia
Tarif
1.      Untuk WPDN dan BUT : 20% dari jumlah bruto,
2.      Untuk WPLN : 20% dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan P3B yang berlaku
Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia Yang Tidak Dikenai Pemotongan PPh Pasal 4 Ayat (2)
1.      Orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya dalam 1 (satu) tahun pajak termasuk bunga dan diskonto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
·         OP ini dapat mengajukan restitusi atas pajak yang telah dipotong oleh pemotong. (Pasal 2 ayat 4 kmk 51/kmk.04/2001)
2.      Bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
3.      Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia
4.      Bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiunyang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
·         Pengecualian dari pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) ini dapat diberikan berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan Pajak Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, yang diterbitkan oleh KPP tempat Dana Pensiun yang bersangkutan terdaftar. Silahkan baca PER-160/PJ/2005.
5.      Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri
B.   Bunga Obligasi (bersifat Final)
Dasar Hukum
1.      PP 16 TAHUN 2009 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang PPh atas penghasilan berupa bunga obligasi
2.      PMK-85/PMK.03/2011(berlaku sejak 23 Mei 2011) tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh atas bunga obligasi
3.      PMK-07/PMK.11/2012 (berlaku setelah 20 hari terhitung sejak tanggal diundangkan PMK ini) tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011 tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh atas bunga obligasi

PENGERTIAN
Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Bunga obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto. 

OBJEK PAJAK DAN PENGECUALIANNYA
Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak berupa bunga obligasi dikenai pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Penghasilan bunga obligasi tersebut bukan merupakan Objek Pajak jika penerimanya adalah:
1.      Wajib Pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan obligasi tersebut ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
2.      Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.

TARIF PAJAK
Besarnya Pajak Penghasilan atas bunga obligasi adalah:
1.      Bunga dari Obligasi dengan kupon (interest bearing debt) sebesar:
1.                    15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
2.                    20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan (holding period) Obligasi.
2.      Diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar:
0.      15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
1.      20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan (accrued interest).
3.      Diskonto dari Obligasi tanpa bunga (non-interest bearing debt securities) sebesar:
0.      15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
1.      20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi.
4.      Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan sebesar:
0.      0% (nol persen) untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010;
1.      5% (lima persen) untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013; dan
2.      15% (lima belas persen) untuk tahun 2014 dan seterusnya.
PEMOTONG PAJAK
Pemotong Pajak Penghasilan atas Obligasi adalah:
1.      Penerbit Obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang Obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo Bunga Obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang Obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo Obligasi; dan/atau;
2.      Perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual Obligasi pada saat transaksi.

C.   Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan Anggota Koperasi yang Dibayarkan Oleh Koperasi Kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi
DASAR HUKUM
1.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 15 Tahun 2009 ditetapkan tanggal 9 Februari 2009 tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Simpanan Yang Dibayarkan Oleh Koperasi Kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi;
2.      Peraturan Menteri Keuangan nomor 112/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan Oleh Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi

OBJEK PAJAK
1.      Penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final;
Yang dimaksud dengan penghasilan berupa bunga simpanan adalah imbalan berupa bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi dari dana yang disimpan anggota koperasi orang pribadi pada koperasi tempat orang pribadi tersebut menjadi anggota. Tidak termasuk dalam pengertian ini adalah bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi yang merupakan bagian dari Sisa Hasil Usaha
2.      Pembagian Sisa Hasil Usaha merupakan Objek Pajak Koperasi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g.

TARIF
Tarif PPh atas bunga simpanan anggota koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi:
1.      0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan; atau
2.      10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.



PEMOTONG PAJAK
Koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang pribadi, waiib memotong Pajak Penghasilan yang bersifat final
D.   Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Hadiah Undian
PENGERTIAN
1.      Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan melalui undian;
2.      Hadiah atau penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan;
3.      Hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh penerima hadiah;
4.      Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan prestasi dalam kegiatan tertentu.

OBJEK PAJAK
1.      Atas penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun (dapat berupa uang, barang, atau kenikmatan misalnya menginap di hotel berbitang) dipotong atau dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final;
2.      Atas hadiah atau penghargaan perlombaan, penghargaan, dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya dikenakan Pajak Penghasilan dengan ketentuan sebagai berikut :
1.                    dalam hal penerima penghasilan adalah orang pribadi Wajib Pajak dalam negeri, dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21;
2.                    dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak luar negeri selain BUT, dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 26;
3.      dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak badan termasuk BUT, dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 23.

PENGECUALIAN
Tidak termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah hadiah dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa.
TARIF
Atas hadiah undian dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah penghasilan bruto dan bersifat final.
PEMOTONG
Pemotong PPh atas hadiah undian adalah penyelenggara undian, baik orang pribadi maupun badan, kepanitiaan, organisasi maupun penyelenggara dalam bentuk apapun yang telah mendapatkan izin dari pihak yang berwenang termasuk pengusaha yang menjual barang/jasa yang memberikan hadiah dengan cara diundi misalnya bank, supermarket, toko, perusahaan, panitia penarikan undian dan sebagainya.
DASAR HUKUM
1.      Peraturan Pemerintah Nomor 132 Tahun 2000 ditetapkan tanggal 15 Desember 2000 tentang Pajak Penghasilan Atas Hadiah Undian;
2.      Keputusan Dirjen Pajak Nomor 395/PJ/2001 ditetapkan tanggal 13 Juni 2001 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Hadiah Penghargaan;
3.      Surat Edaran Nomor 19/PJ.43/2001 ditetapkan tanggal 25 Juni 2001 tentang Pengantar Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-395/PJ/2001 Tanggal 13 Juni 2001 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Hadiah Penghargaan;

E.   Pajak Penghasilan Atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan

Pengertian
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan (PPh).
Pengalihan atas Tanah dan/atau Bangunan adalah:
1.      penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah;
2.      penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain yang disepakati dengan Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus;
3.      penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
Pembayar atau Penyetor PPh
1.      Orang Pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
2.      Bendahara Pemerintah atau Pejabat yang melakukan pembayaran atau menyetujui tukar-menukar.
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
1.      Wajib Pajak Orang Pribadi, yayasan atau organisasi sejenis dan Wajib Pajak Badan baik merupakan usaha pokok maupun diluar usaha pokok yang mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan membayar PPh Final 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan yaitu nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah dan atau bangunan, kecuali:
a.       dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah, adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan;
b.      dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang, adalah nilai menurut risalah lelang.
Dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah, PPh Final 5% dipotong oleh Bendahara Pemerintah atau pejabat yang berwenang.
NJOP adalah NJOP menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB), atau dalam hal SPPT belum terbit, adalah NJOP menurut SPPT tahun sebelumnya.
Apabila tanah dan atau bangunan belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak, maka NJOP yang dipakai adalah NJOP menurut surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat.
2.      Wajib Pajak yang usaha pokoknya mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan berupa pengalihan hak atas Rumah sederhana dan Rumah susun sederhana wajib membayar PPh Final 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan, yaitu nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah dan atau bangunan.
Dikecualikan dari Kewajiban Pembayaran/Pemungutan PPh
1.      Hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan, berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB).
2.      Pengalihan hak yang jumlah brutonya kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecahpecah, oleh Orang Pribadi yang total penghasilannya tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
3.      Pengalihan hak kepada Pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
4.      Pengalihan hak sehubungan dengan warisan, berdasarkan SKB.
5.      Dalam rangka penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha dengan nilai buku, berdasarkan SKB.
Tata Cara Penyetoran dan Pemungutan
1.      Orang Pribadi atau Badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, wajib menyetor sendiri PPh yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos sebelum akta, keputusan perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), dan pada SSP wajib dicantumkan:
a.       Nama, alamat dan NPWP pihak yang mengalihkan Orang Pribadi atau Badan yang bersangkutan.
b.      Lokasi tanah dan atau bangunan yang dialihkan
c.       Nama pembeli
2.      Orang Pribadi yang nilai pengalihan tidak lebih dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) tetapi penghasilan lainnya dalam satu tahun melebihi PTKP, penyetoran PPh Final selambat-lambatnya pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.
3.      Bendahara Pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar, memungut PPh yang terutang dan menyetorkannya ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan SSP sebelum pembayaran atau tukar-menukar dilaksanakan kepada Orang Pribadi atau Badan.

F.    Pajak Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

PENGERTIAN
1.      Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi;
2.      Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain;
3.      Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain;
4.      Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build);
5.      Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan;
6.      Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan.


OBJEK PAJAK
Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
TARIF
Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi (di luar PPN) adalah sebagai berikut:
1.      2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
2.      4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
3.      3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaiman disebutkan dalam angka 1 dan 2;
4.      4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan
5.      6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
Dalam hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud di atas, tidak termasuk Pajak Penghasilan atas sisa laba bentuk usaha tetap setelah Pajak Penghasilan yang bersifat final. Sisa laba dari bentuk usaha tetap setelah Pajak Penghasilan yang bersifat final dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) Undang-undang PPh atau sesuai dengan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
PEMOTONGAN PAJAK
Pajak Penghasilan atas jasa konstruksi dipotong oleh:
1.      Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak; atau
2.      disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak.
Dalam hal terdapat selisih kekurangan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan Pajak Penghasilan berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor sendiri, selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh Penyedia Jasa.
Dalam hal Nilai Kontrak Jasa Konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh Pengguna Jasa, atas Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar tersebut tidak terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final, dengan syarat Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar tersebut dicatat sebagai piutang yang tidak dapat ditagih. Dalam hal piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat ditagih kembali, tetap dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Penyedia Jasa wajib melakukan pencatatan yang terpisah atas biaya yang timbul dari penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha selain usaha Jasa Konstruksi. Penghasilan lain yang diterima atau diperoleh Penyedia Jasa dari luar usaha Jasa Konstruksi dikenakan tarif berdasarkan ketentuan umum Undang-undang PPh.
Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Penyedia Jasa dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-undang PPh. Keuntungan atau kerugian selisih kurs dari kegiatan usaha Jasa Konstruksi termasuk dalam perhitungan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
DASAR HUKUM
1.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2008 ditetapkan Tanggal 20 Juli 2008 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 40 tahun 2009tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;
2.      Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 153/PMK.03/2009 tentang Perubahan atasPeraturan Menteri Keuangan nomor 187/PMK.03/2008 ditetapkan tanggal 20 November 2008 tentang Tatacara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan Dan Penatausahaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;
3.      Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 05/PJ.03/2008 tentang Penyampaian Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Jasa Konstruksi.

G.  Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan

Pengertian
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari Persewaan tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Yang tidak termasuk persewaan tanah dan atau bangunan yang terutang Pajak:
Penghasilan yang bersifat final apabila persewaan kamar dan ruang rapat di hotel dan sejenisnya.
Objek dan Tarif
Atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan PPh final sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.
Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewakan termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan “service charge” baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.
Pemotong PPh
Pemotong PPh atas penghasilan yang diterima dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah :
1.      Apabila penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan, dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilian perusahaan luar negeri lainnya dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dipotong oleh penyewa dan penyewa wajib memberikan bukti potong kepada yang menyewakan atau yang menerima penghasilan;
2.      Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak Penghasilan selain yang tersebut pada butir 1 di atas, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan.
Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan
1.      Saat Terutang
PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa.
2.      Penyetoran dan Pelaporan
a.       Dalam hal PPh terutang harus dilunasi melalui pemotongan oleh penyewa, penyetoran ke bank persepsi dan Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
b.      Untuk pelaporan pemotongan dan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2).
c.       Dalam hal PPh terutang harus disetor sendiri oleh yang menyewakan, maka yang menyewakan wajib menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
d.      Untuk pelaporan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2).
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

H.  PPh Final atas penghasilan WP yang memiliki peredaran bruto tertentu (PP 46 Tahun 2013)

  1. DASAR HUKUM
    1. PP 46 TAHUN 2013 (Berlaku sejak 1 Juli 2013) tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu
    2. PMK-107/PMK.011/2013 (Berlaku sejak 1 Juli 2013) tentang tata cara penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu
    3. PER-32/PJ/2013 (berlaku sejak 25 September 2013) tentang pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh bagi WP yang dikenai PPh berdasarkan PP 46 TAHUN 2013 tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu
    4. PER-37/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Oktober 2013) tentang tata cara penyetoran PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu melalui anjungan tunal mandiri (atm)
  1. SURAT EDARAN TERKAIT
    • SE-42/PJ/2013 tentang pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 46 TAHUN 2013 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu
  1. YANG DIKENAKAN PPH FINAL DAN KRITERIA WP YANG DIKENAKAN PPH FINAL
    • Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai PPh yang bersifat final. 
      1. WP yang memiliki peredaran bruto tertentu ini adalah WP yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 
        1. WP OP atau WP badan tidak termasuk BUT; dan
        2. menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
          • penjelasan terkait Pasal 2 ayat (2) PP 46 TAHUN 2013 :
            • Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,oo (empat 'miliar delapan ratus juta" rupiah) ini ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya termasuk dari usaha cabang,tidak terrnasuk peredaran bruto dari: 
              1. jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
              2. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;
              3. usaha yang atas penghasilannya telah dikenai PPh yang bersifat final dengan ketentuan
                peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri;
                dan
              4. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
            • Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas ini meliputi: 
            1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
            2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
            3. olahragawan;
            4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
            5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
            6. agen iklan;
            7. pengawas atau pengelola proyek;
            8. perantara;
            9. petugas penjaja barang dagangan;
            10. agen asuransi; dan
            11. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
          • Tahun Pajak menurut ketentuan umum perpajakan adalah sama dengan tahun kalender. Namun demikian, bagi WP yang tahun bukunya tidak sama dengan tahun kalender, Tahun Pajak ditentukan berdasarkan tahun buku yang didalamnya termasuk 6 (enam) bulan pertama atau lebih dari 6 (enam) bulan dari tahun buku tersebut.
Misalnya, Jika tahun buku Wajib Pajak dimulai pada tanggal 1 Juli 2013 dan berakhir pada tanggal 30 Juni 2014 maka tahun buku tersebut berarti Tahun Pajak 2013 karena memenuhi 6 (enam) bulan pertama dari tahun 2013.
      1. Tidak termasuk WP OP yang atas penghasilannya dikenai PPh Final adalah WP OP yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya: 
        1. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
        2. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
          • penjelasan terkait WP OP yang tidak termasuk WP yang atas penghasilannya dikenai PPh Final :
            • Wajib Pajak orang pribadi yang tergolong dalam ketentuan ini adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa melalui suatu tempat usaha yang dapat dibongkar pasang, termasuk yang menggunakan gerobak, dan menggunakan tempat untuk kepentingan umum yang menurut peraturan perundang-undangan bahwa tempat tersebut tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar, dan sejenisnya. Terhadap Wajib Pajak tersebut atas penghasilannya tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. (Penjelasan Pasal 2 ayat (3) PP 46 TAHUN 2013)
      2. Tidak termasuk WP badan yang atas penghasilannya dikenai PPh Final adalah :
        1. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
        2. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
          • Wajib Pajak ini dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh sampai dengan jangka waktu 1 (satu) tahun sejak beroperasi secara komersial. (Pasal 7 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013)
            • Dalam hal jangka waktu 1 (satu) tahun melewati Tahun Pajak yang bersangkutan ketentuan pengenaan PPh berdasarkan tarif umum UU PPh berlaku sampai dengan akhir Tahun Pajak berikutnya.(Pasal 7 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
    • Catatan :
      1. Ketentuan diatas tidak berlaku atas penghasilan dari usaha yang dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan. (Pasal 5 PP 46 TAHUN 2013)
      2. Atas penghasilan selain dari usaha sebagaimana dimaksud daIam Pasal 2 ayat (1) PP 46 TAHUN 2013 yang diterima atau diperoleh WP, dikenai PPh berdasarkan ketentuan UU PPh. 
  1. CARA PENGENAAN PPH FINAL, CARA BAYAR DAN LAPORNYA
    1. Pengenaan PPh ini didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan. 
      • Cara Penghitungan jumlah peredaran bruto :
        1. Dalam hal peredaran bruto dari usaha pada Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan tidak meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan, pengenaan PPh didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak bersangkutan yang disetahunkan.
        2. Dalam hal WP baru terdaftar pada tahun pajak 2013 sebelum PMK ini berlaku(sebelum 1 Juli 2013), pengenaan PPh didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini yang disetahunkan.
        3. Dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar sejak berlakunya PMK ini (sejak 1 Juli 2013), pengenaan PPh didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan.
    2. PPh terutang (bersifat final) = 1% (satu persen) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa jumlah peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan usaha. 
      • Ketentuannya :
        1. Dalam hal peredaran bruto kumulatif WP pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp 4,8 M dalam suatu Tahun Pajak, WP tetap dikenai tarif PPh final 1% (satu persen)sampai dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan. 
        2. Dalam hal peredaran bruto WP telah melebihi jumlah Rp 4,8 M pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP pada Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif PPh berdasarkan ketentuan UU PPh.  WP wajib menyetor PPh final ini ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP, yang telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
      1. WP dapat melakukan penyetoran PPh melalui ATM pada Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.


Artikel Terkait

Pajak Penghasilan Final (PPh Final)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email